Judul : You are the Person I Like the Most (husband's side)
Length : oneshoot
Genre : masih sama sama yang sebelumnya
Penulis : masih yang punya blog ini
You are the Person I Like the Most: Anniversary (husband’s side)
Rendi membuka matanya pagi ini setelah
seperti hari-hari biasa, dia susah tidur untuk menekan semua keinginannya
menyentuh Mawar.
“Mau kopi?”
Dia selalu menanyakan hal yang sama.
“Mau makan sesuatu?”
“Gak perlu. Aku bisa buat sendiri. Aku tahu
kemampuan memasakmu.”
Aku meninggalkannya begitu saja dan pergi
menuju dapur.
Wajahnya saat bangun tidur betul-betul
seksi. Karena itu setiap hari aku selalu berusaha bangun lebih dulu agar bisa
menikmati waktuku menikmati wajahnya. Hari ini aku gak bisa melakukannya dan
malu kalau sampai dia tahu apa maksudku.
Aku sedang memotong bawang saat dia datang
mengikutiku ke dapur.
Duh, kenapa dia ke dapur dengan pakaian
begitu sih?
“Kamu gak mandi? Nanti telat ke sekolah
loh.”
Setelah aku bilang begitu dia langsung
kembali ke kamar dan gak sampai lima menit dia sudah kembali lagi dengan
kimono.
Dia menyantap nasi goreng yang baru saja
aku taruh di meja.
“Kamu ini… berapa sih umurmu? Bisa gak
pakai dulu bajumu?”
Dia tertawa dan kembali ke kamar.
Kalau dia lama-lama di depanku dengan
pakaian begitu aku pasti bisa lepas kontrol. Semua yang aku lakukan sejak satu
tahun lalu bakal sia-sia. Aku harus menahannya sampai dia selesai ujian.
Dia kembali lagi. Lagi-lagi dia cepat
sekali.
Duh, anak ini… dasi yang Cuma perlu
direkatkan saja gak rapi begini makainya.
Lagi-lagi dia tertawa dan menyantap nasi
goreng buatanku dengan lahap.
Uhuk…uhuk!
Ya ampun anak ini…
Aku menyodorkan segelas susu padanya dan
dia langsung meminumnya seperti orang gila.
Aku selalu suka melihatnya tertawa sendiri,
terjebak dalam lamunannya, tapi kalau sampai tersedak saat makan karena itu kan
artinya bodoh.
Dia, istriku, Mawar. Dia jauh lebih pintar
dariku. Aku juga kalah dalam basket darinya. Ini benar-benar memalukan. Dia
selalu tahu di mana letak fatal dari sebuah jawaban. Dia selalu mendapat nilai
seperti yang dia inginkan.
Aku mengantarnya sampai ke sekolah di hari
spesial ini. Aku gak mau ada seorang cowok manapun yang memandanginya walau aku
selalu membiarkannya pergi sendiri sebelumnya. Itu karena aku gak bisa menahan
diri kalau aku ada di dekatnya.
“Jangan senyum-senyum sendiri. Orang-orang
bisa tahu kalau kamu gila.”
Setelah berpesan begitu aku pergi
meninggalkannya. Aku harus ke kantor. Aku harus cepat menyelesaikan meeting
hari ini.
Dia selalu cantik saat tersenyum-senyum
sendiri begitu. Karena itu aku gak mau ada siapapun yang melihat kecantikannya.
Aku cemburu.
Ini hari yang spesial. Aku betul-betul
mengutuk klien sialan yang meminta meeting hari ini. kalau bukan karena
dia klien penting aku sudah pasti menolaknya.
“Pak Rendi. Anda tidak apa-apa?”
“Iya.”
Aku gugup. Bukan karena meeting
dengan klien. Tapi karena takut terjebak macet dan sampai terlambat
menjemputnya. Lagipula, aku khawatir rencanaku bisa berjalan atau gak,
sampai-sampai meminta bantuan Lavender.
Ah, Lavender. Mantanku yang selalu
dicemburui Mawar. Walau tanpa alasan jelas Mawar selalu saja cemburu. Aku suka.
Artinya Mawar menganggapku spesial. Aku gak betul-betul menyukai Lavender. Aku
hanya menghindari surat cinta dan pengakuan cinta dari cewek-cewek yang
merepotkan. Lavender juga tahu itu saat aku menerimanya menjadi pacarku. Dia
juga tahu alasanku. Dia bilang dia kesal tapi dia mau tahu seberapa Mawar
mencintaiku, jadi dia mengetes Mawar. Lucu. Tapi, ayahku tiba-tiba saja
memutuskan pernikahanku dengan Mawar. Bukannya aku gak senang, tentu saja aku
senang, tapi aku mau melamarnya dengan caraku sendiri. Lagipula dia masih
sekolah.
Aku gugup. Rasanya lima belas menit sampai
bel pulangan berbunyi itu sungguh lama. Aku bolak-balik keluar-masuk ke dalam
mobil dan keluar mobil menunggu bel berbunyi. Begitu bel berbunyi aku langsung
keluar mobil untuk menunggu kedatangan istriku tercinta.
Itu dia. Aku langsung bisa mengenalinya
dari jauh. Tapi, dia kesusahan saat melewati cewek-cewek yang menggerubungiku
seperti gula.
Aku buru-buru membawanya pergi.
Aku berusaha mengajaknya ngobrol tapi
sepertinya aku malah membuat moodnya buruk. Aku membawa Mawar ke restoran
terbaik untuk merayakan tahun pertama kami atas saran dari Lavender.
Saat di lift kami bertemu Lavender dan
Mawar cemburu. Aku sedikit menikmatintya, maaf ya Mawar.
Aku tahu dia betul-betul marah, semakin
marah waktu aku menawarkan untuk membeli baju. Aku sebenarnya sedikit bingung
dengan apa yang salah sama pertanyaanku. Dia memesan banyak sekali makanan. Aku
tahu dia jadi lapar saat sedang kesal. Tapi kalau dia memesan banyak sekali
makanan artinya dia sangat marah.
Itu lucu. Aku betul-betul gak bisa menahan
senyumku. Bahkan saat marah pun dia terlihat cantik.
Tapi, ada apa dengannya? Dia masih saja
marah padahal sudah makan begitu banyak.
“Kamu lagi datang bulan ya?”
Tapi dia bilang gak. Artinya memang gak. Terus
apa?
Aku betul-betul gak tahan, sampai di rumah
juga dia masih marah, kalau harus marahan sama dia begini. Selama ini aku
selalu menjaga dengan gak memberi respon berlebihan. Tapi, hari ini spesial,
mana mungkin aku membiarkan hari ini berlalu begitu saja.
Aku betul-betul lepas kontrol. Aku
memeluknya walau itu membuatnya terluka. Tapi dia berusaha melepaskannya dan
pergi ke kamar.
Aku menarik-narik rambutku dan kesal.
Aku gak bisa membiarkan hari ini terlewat
tanpa ada sedikitpun kebahagiaan. Aku menyusulnya ke kamar dan menyalakan
lampu. Walau dia bilang dia gak mau lampunya nyala aku tetap menyalakannya. Dia
menarik selimut sampai ke kepalanya.
Apa dia sebegitu marahnya sampai-sampai aku
harus menutupi wajahnya dariku.
Ini berat. Melihatnya membelakangiku
seperti ini benar-benar membuatku sesak. Aku lepas kontrol. Aku mau dia terus
melihatku. Aku egois kalau masalah Mawar.
Aku masuk ke dalam selimut dan memeluknya.
Jantungku betul-betul sudah gak bisa dikontrol. Aku pusing. Napasku
berat-berat. Tanpa sadar aku membuka kancing bajunya dan memasukkan tanganku ke
dalam bajunya. Meski dia meminta aku gak menghentikannya dan memeluknya dengan
erat. Aku menciumi lehernya dan meraba perutnya yang hangat. Saat aku hampir
sampai dia bilang dia memaafkanku.
Dia jahat. Saat aku hampir mendapatkannya
dia malah mengatakan kata pamungkas.
“Kalau kamu memang memaafkanku, kamu harus
melihatku saat mengatakannya.”
Dia berbalik dan aku menciumnya. Aku suka,
suka, sangat suka Mawar. Bukan Cuma karena kecantikannya atau
kepintarannya—untuk hal ini aku malahan cemburu—tapi karena kebaikan hatinya
yang tulus meski dia terluka.
Tapi, Mawar membalas ciumanku. Dia membalas
ciumanku!
Aku terus menciumnya lembut. Tanganku
kembali memainkan tubuhnya.
Gak. Gak boleh. Dia bilang dia mau
menyelesaikan sekolah dengan baik. Aku gak boleh menghancurkan cita-citanya.
Aku bisa melihat raut kecewa di wajahnya.
Aku juga kecewa, tapi aku gak mau membuatnya kecewa seumur hidup. Aku kembali
memeluknya dan membiarkannya tahu seberapa jantungku melompat-lompat gak
karuan.
Hembusan napas Mawar bisa kurasakan di
dadaku. Napasnya begitu tenang. Tenang? He? Dia tidur? Ya, ampun.
“Aku mencintaimu.”
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
write your comment here...