24 Februari 2014

You are The Person I Like The Most (series)

Udah baca yang wife's side belum? Kalau belum baca, baca di sini

Judul : You are the Person I Like the Most (husband's side)
Length : oneshoot
Genre : masih sama sama yang sebelumnya
Penulis : masih yang punya blog ini



You are the Person I Like the Most: Anniversary (husband’s side)


Rendi membuka matanya pagi ini setelah seperti hari-hari biasa, dia susah tidur untuk menekan semua keinginannya menyentuh Mawar.
“Mau kopi?”
Dia selalu menanyakan hal yang sama.
“Mau makan sesuatu?”
“Gak perlu. Aku bisa buat sendiri. Aku tahu kemampuan memasakmu.”
Aku meninggalkannya begitu saja dan pergi menuju dapur.
Wajahnya saat bangun tidur betul-betul seksi. Karena itu setiap hari aku selalu berusaha bangun lebih dulu agar bisa menikmati waktuku menikmati wajahnya. Hari ini aku gak bisa melakukannya dan malu kalau sampai dia tahu apa maksudku.
Aku sedang memotong bawang saat dia datang mengikutiku ke dapur.
Duh, kenapa dia ke dapur dengan pakaian begitu sih?

“Kamu gak mandi? Nanti telat ke sekolah loh.”
Setelah aku bilang begitu dia langsung kembali ke kamar dan gak sampai lima menit dia sudah kembali lagi dengan kimono.
Dia menyantap nasi goreng yang baru saja aku taruh di meja.
“Kamu ini… berapa sih umurmu? Bisa gak pakai dulu bajumu?”
Dia tertawa dan kembali ke kamar.
Kalau dia lama-lama di depanku dengan pakaian begitu aku pasti bisa lepas kontrol. Semua yang aku lakukan sejak satu tahun lalu bakal sia-sia. Aku harus menahannya sampai dia selesai ujian.
Dia kembali lagi. Lagi-lagi dia cepat sekali.
Duh, anak ini… dasi yang Cuma perlu direkatkan saja gak rapi begini makainya.
Lagi-lagi dia tertawa dan menyantap nasi goreng buatanku dengan lahap.
Uhuk…uhuk!
Ya ampun anak ini…
Aku menyodorkan segelas susu padanya dan dia langsung meminumnya seperti orang gila.
Aku selalu suka melihatnya tertawa sendiri, terjebak dalam lamunannya, tapi kalau sampai tersedak saat makan karena itu kan artinya bodoh.
Dia, istriku, Mawar. Dia jauh lebih pintar dariku. Aku juga kalah dalam basket darinya. Ini benar-benar memalukan. Dia selalu tahu di mana letak fatal dari sebuah jawaban. Dia selalu mendapat nilai seperti yang dia inginkan.
Aku mengantarnya sampai ke sekolah di hari spesial ini. Aku gak mau ada seorang cowok manapun yang memandanginya walau aku selalu membiarkannya pergi sendiri sebelumnya. Itu karena aku gak bisa menahan diri kalau aku ada di dekatnya.
“Jangan senyum-senyum sendiri. Orang-orang bisa tahu kalau kamu gila.”
Setelah berpesan begitu aku pergi meninggalkannya. Aku harus ke kantor. Aku harus cepat menyelesaikan meeting hari ini.
Dia selalu cantik saat tersenyum-senyum sendiri begitu. Karena itu aku gak mau ada siapapun yang melihat kecantikannya. Aku cemburu.
Ini hari yang spesial. Aku betul-betul mengutuk klien sialan yang meminta meeting hari ini. kalau bukan karena dia klien penting aku sudah pasti menolaknya.
“Pak Rendi. Anda tidak apa-apa?”
“Iya.”
Aku gugup. Bukan karena meeting dengan klien. Tapi karena takut terjebak macet dan sampai terlambat menjemputnya. Lagipula, aku khawatir rencanaku bisa berjalan atau gak, sampai-sampai meminta bantuan Lavender.
Ah, Lavender. Mantanku yang selalu dicemburui Mawar. Walau tanpa alasan jelas Mawar selalu saja cemburu. Aku suka. Artinya Mawar menganggapku spesial. Aku gak betul-betul menyukai Lavender. Aku hanya menghindari surat cinta dan pengakuan cinta dari cewek-cewek yang merepotkan. Lavender juga tahu itu saat aku menerimanya menjadi pacarku. Dia juga tahu alasanku. Dia bilang dia kesal tapi dia mau tahu seberapa Mawar mencintaiku, jadi dia mengetes Mawar. Lucu. Tapi, ayahku tiba-tiba saja memutuskan pernikahanku dengan Mawar. Bukannya aku gak senang, tentu saja aku senang, tapi aku mau melamarnya dengan caraku sendiri. Lagipula dia masih sekolah.
Aku gugup. Rasanya lima belas menit sampai bel pulangan berbunyi itu sungguh lama. Aku bolak-balik keluar-masuk ke dalam mobil dan keluar mobil menunggu bel berbunyi. Begitu bel berbunyi aku langsung keluar mobil untuk menunggu kedatangan istriku tercinta.
Itu dia. Aku langsung bisa mengenalinya dari jauh. Tapi, dia kesusahan saat melewati cewek-cewek yang menggerubungiku seperti gula.
Aku buru-buru membawanya pergi.
Aku berusaha mengajaknya ngobrol tapi sepertinya aku malah membuat moodnya buruk. Aku membawa Mawar ke restoran terbaik untuk merayakan tahun pertama kami atas saran dari Lavender.
Saat di lift kami bertemu Lavender dan Mawar cemburu. Aku sedikit menikmatintya, maaf ya Mawar.
Aku tahu dia betul-betul marah, semakin marah waktu aku menawarkan untuk membeli baju. Aku sebenarnya sedikit bingung dengan apa yang salah sama pertanyaanku. Dia memesan banyak sekali makanan. Aku tahu dia jadi lapar saat sedang kesal. Tapi kalau dia memesan banyak sekali makanan artinya dia sangat marah.
Itu lucu. Aku betul-betul gak bisa menahan senyumku. Bahkan saat marah pun dia terlihat cantik.
Tapi, ada apa dengannya? Dia masih saja marah padahal sudah makan begitu banyak.
“Kamu lagi datang bulan ya?”
Tapi dia bilang gak. Artinya memang gak. Terus apa?
Aku betul-betul gak tahan, sampai di rumah juga dia masih marah, kalau harus marahan sama dia begini. Selama ini aku selalu menjaga dengan gak memberi respon berlebihan. Tapi, hari ini spesial, mana mungkin aku membiarkan hari ini berlalu begitu saja.
Aku betul-betul lepas kontrol. Aku memeluknya walau itu membuatnya terluka. Tapi dia berusaha melepaskannya dan pergi ke kamar.
Aku menarik-narik rambutku dan kesal.
Aku gak bisa membiarkan hari ini terlewat tanpa ada sedikitpun kebahagiaan. Aku menyusulnya ke kamar dan menyalakan lampu. Walau dia bilang dia gak mau lampunya nyala aku tetap menyalakannya. Dia menarik selimut sampai ke kepalanya.
Apa dia sebegitu marahnya sampai-sampai aku harus menutupi wajahnya dariku.
Ini berat. Melihatnya membelakangiku seperti ini benar-benar membuatku sesak. Aku lepas kontrol. Aku mau dia terus melihatku. Aku egois kalau masalah Mawar.
Aku masuk ke dalam selimut dan memeluknya. Jantungku betul-betul sudah gak bisa dikontrol. Aku pusing. Napasku berat-berat. Tanpa sadar aku membuka kancing bajunya dan memasukkan tanganku ke dalam bajunya. Meski dia meminta aku gak menghentikannya dan memeluknya dengan erat. Aku menciumi lehernya dan meraba perutnya yang hangat. Saat aku hampir sampai dia bilang dia memaafkanku.
Dia jahat. Saat aku hampir mendapatkannya dia malah mengatakan kata pamungkas.
“Kalau kamu memang memaafkanku, kamu harus melihatku saat mengatakannya.”
Dia berbalik dan aku menciumnya. Aku suka, suka, sangat suka Mawar. Bukan Cuma karena kecantikannya atau kepintarannya—untuk hal ini aku malahan cemburu—tapi karena kebaikan hatinya yang tulus meski dia terluka.
Tapi, Mawar membalas ciumanku. Dia membalas ciumanku!
Aku terus menciumnya lembut. Tanganku kembali memainkan tubuhnya.
Gak. Gak boleh. Dia bilang dia mau menyelesaikan sekolah dengan baik. Aku gak boleh menghancurkan cita-citanya.
Aku bisa melihat raut kecewa di wajahnya. Aku juga kecewa, tapi aku gak mau membuatnya kecewa seumur hidup. Aku kembali memeluknya dan membiarkannya tahu seberapa jantungku melompat-lompat gak karuan.
Hembusan napas Mawar bisa kurasakan di dadaku. Napasnya begitu tenang. Tenang? He? Dia tidur? Ya, ampun.
“Aku mencintaimu.”

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

write your comment here...

Blogger news